BAB I
PENDAHULUAN
Jual
– beli merupakan aktivitas yang dilakukan manusia umumnya dalam perekonomian
baik itu sebagai produsen ataupun konsumen, dalam islam istilah tersebut sering
kita kenal dengan muamalah artinya semua aktivitas yang lebih banyak dilakukan
dengan manusia lainnnya atau lebih bersifat dengan keduniawian, meskipun lebih
bersifat keduniawian kita tidak boleh menyimpang dari aturan Syara’, sebab
semua aktivitas manusia kelak akan dimintai pertanggung jawabannya. Begitu pula
dalam hal jual – beli.
Dalam
bertransaksi ( jual – beli ) di semua kegiatan berekonomi tentunya tidak akan
terlepas dari sebuah penawaran, baik yang dilakukan oleh penjual atau pembeli,
dalam islam disebut dengan istilah khiyar artinya tawar – menawar. Pada makalah
ini penyusun akan coba membahas mengenai tawar – menawar yang kami beri judul KHIYAR DALAM PANDANGAN
ISLAM,
serta kedudukannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Khiyar
1.1 Pengertian Khiyar
kata al-khiar dalam bahasa arab berarti pilihan.
Pembahasan al-khiyar dikemukakan para ulama fiqh dalam permasalahan yang
menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi. Secara
terminologi, para ulama fiqh telah mendefinisikan al-khiyar, antara lain
menurut sayyid sabiq’:[1]
الخيارهوطلب خيرالامرمن الامضاءأوالا لغاء
Artinya: “khiyar ialah mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan
atau membatalkan (jual beli).
M. Abdul Mujieb mendefinisikan: khiyar ialah hak memilih
atau menentukan pilihan antara dua hal bagi pembeli dan penjual, apakah akad
jual beli akan diteruskan atau dibatalkan.[2]
wahbah al-zuhaily mendefinisikan al-khiyar dengan
:
ان يكون للمتعاقدالخيا ربين امضاء العقد وعدم امضاءه بفسخه رفقا للمتعاقدين
Artinya: hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak
yang melaksanakan transaksi untuk melakukan atau membatalkan transaksi yang
disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi.
1.2 Macam-macam khiyar:
1. Khiyar majelis
khiyar majelis adalah penjual dan pembeli boleh memilih
akan dilanjutkan atau membatalkan jual beli selama keduanya masih dalam satu
tempat. Rasulullah bersabda:[3]
البيعان بالخيار مالم يتفرفا (رواه البخار ومسلم)
Penjual dan pembeli boleh khiyar selama belum berpisah
(riwayat bukhari dan muslim).
2. Khiyar syarat
Khiyar syarat adalah penjualan yang didalamnya
disyaratkan sesuatu baik oleh penjual maupun pembeli seperti seorang berkata,
“saya jual rumah ini dengan harga rp. 100.000.000,00 dengan syarat khiyar
selama tiga hari”, rasulullah bersabda:
انت بالخيار فى كل سلعة ابتعتها ثلاث ليال (رواه البيهقى)
Kau boleh khiyar pada setiap benda yang telah dibeli
selama tiga hari tiga malam (riwayat baihaqi).
3. Khiyar ‘Aib
Khiyar ‘Aib adalah dalam jual beli disyaratkan
kesempurnaan pada benda-benda yang dibeli, seperti seseorang berkata: “saya
beli mobil itu seharga sekian, bila mobil itu cacat akan saya kembalikan.”
Seperti diriwayatkan oleh ahmad dan abu daud dari aisyah r.a bahwa seseorang
membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri didekatnya, didapatinya
pada diri budak itu kecacatan lalu diadukannya kepada rasul, maka budak itu
dikembalikan kepada penjual.
1.3 Hukum khiyar
Hukum khiyar dalam jual beli, menurut islam dibolehkan,
apakah akan meneruskan jual beli atau membatalkannya tergantung keadaan barang
yang diperjual belikan.
Menurut abdul rahman al-jaziri, khiyar dalam pandangan
ulama fikih adalah disyariatkan atau dibolehkan karena suatu keperluan yang
mendesak dalam pertimbangan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan
transaksi.
1.4 Hikmah khiyar
Diantara hikmah khiyar sebagai berikut:
1. Khiyar dapat membuat akad jual beli
berlangsung menurut prinsip-prinsip islam, yaitu suka sama suka antara penjual
dan pembeli
2. Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan
akad jual beli, sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau
benar-benar disukainya.
3. Penjual tidak semena-mena menjual barangnya
kepada pembeli, dan mendidiknya agar bersikap jujur dalam menjelaskan keadaan
barangnya.
4. Terhindar dari nsur-unsur penipuan, baik dari
pihak penjual maupun pembeli, karena ada kehati-hatian dalam proses jula beli.
2.
AS-SALAM
2.1 Pengertian As-Salam dan Dasar Hukumnya
Secara bahasa as-salam
atau as-salaf berarti pesanan. Secara terminologis para ulama
mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda,
atau menjual suatu (barang) yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal
lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari”
Untuk hal ini
para fuqaha (ahli hukum islam) menamainya dengan Al-Mahawi’ij yang artinga
“barang mendesak”, sebab dalam jual beli ini barang yang menjadi objek
perjanjian jual beli tidak ada ditempat, sementara itu kedua belah pihak telah
sepakat untuk melakukan pembayaran terlebih dahulu.
Dalam
perjanjian As-Salam ini pihak pembeli barang disebut As-Salam (yang
menyerahkan), pihak penjual disebut Al-Muslamuilaihi (orang yang diserahi), dan
barang yang dijadikan objek disebut Al-Muslam Fiih (barang yang akan
diserahkan), serta harga barang yang diserahkan kepada penjual disebut Ra’su
Maalis Salam (modal As-Salam).
Adapun yang
menjadi dasar hukum pembolehan perjanjian jual beli dengan pembayaran yang
didahulukan ini disandarkan pada surat Al-Baqarah ayat 282;
…
“Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya…”
Disamping itu
terdapat juga ketentuan hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang artinya
berbunyi :
“Siapa yang melakukan salaf, hendaklah melaksanakannya dengan takaran yang
jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai dengan batas waktu tertentu.
Dari ketentuan
hukum diatas, jelas terlihat tentang pembolehan pembayaran yang didahulukan.
Pembiayan salam
diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil produksi pertanian, perkebunan,
dan peternakan. Petani dan peternak pada umumnya membutuhkan dana untuk modal
awal dalam melaksanakan aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan
dana pada saat akad. Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar salam
kembali. Dengan melakukan transaksi salam, maka petani dan peternak dapat
mengambil manfaat tersebut.
2.2 Rukun dan Syarat Jual Beli As-Salam
1) Mu’aqidain :
Pembeli (muslam) dan penjual ( muslam ilaih)
a. Cakap bertindak hukum ( baligh dan berakal sehat).
b. Muhtar ( tidak dibawah tekanan/paksaan).
2) Obyek transaksi
( muslam fih):
a. Dinyatakan jelas jenisnya
b. Jelas sifat-sifatnya
c. Jelas ukurannya
d. Jelas batas waktunya
e. Tempat penyerahan dinyatakan secara jelas
3) Sighat ‘ijab
dan qabul
4) Alat
tukar/harga
a. Jelas dan terukur
b. Disetujui kedua pihak
c. Diserahkan tunai/cash ketika akad berlangsung
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a.
Khiyar adalah ialah mencari kebaikan dari dua perkara,
melangsungkan atau membatalkan (jual beli).
b. Macam macam khiyar ada tiga yaitu, khiyar
‘aib, khiyar syarat, dan khiyar majelis.
c.
Salam adalah “Menjual suatu
barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu (barang) yang
ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian hari”.
d.
Dalam salam
memiliki syarat dan rukun yang harus atau wajib dipenuhi sebagaimana yang telah
disampaikan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sayyid Sabiq, Iqh Sunah, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1993), jilid III, cet, ke-4, hlm. 164.
[2] M. Abdul Mujieb (et. Al), Kamus
Istilah Fiqih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994).
[3] Wahhab al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuh, (Beirut,: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 2005), jilid V, cet, ke-8,
hlm. 3516.
1 komentar:
TRI MULYA SANJAYA(30)
Posting Komentar