Kandungan Al-Qur'an Yang Berupa Akhlak

Minggu, 08 Juni 2014

BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Salah satu objek penting lainya dalam kajian ‘Ulumul Qur’an’ adalah perbincangan mengenai mukjizat. Persoalan mukjizat, terutama mukjizat Al-Qur’an , sempat menyeret para teolog klasik dalam perdebatan yang berkepenjangan, terutama antara teolog dari kalangan Mu’tazilah dan para teolog dari kalangan Ahlussunnah mengenai konsep shirfah.
Dengan perantara mukjizat, Allah mengingatkan manusia bahwa para rasul itu merupakan utusan yang mendapat dukungan dan bantuan dari langit. Mukjizat yang telah diberikan kepada para nabi mempunyai fungsi yang sama, yaitu memainkan perananya dan mengatasi kepandaian kaumnya disamping membuktikan bahwa kekuasaan Allah itu berada diatas segala-galanya.
Suatu umat yang tinggi pengetahuanya dalam ilmu kedokteran, misalnya tidak wajar dituntun dengan mukjizat dalam ilmu tata bahasa, begitu pula sebaliknya. Tuntunan dan pengarahan yang ditunjukan pada suatu umat harus berkaitan dengan pengetahuan mereka karena Allah tidak akan mengarahkan suatu umat pada hal-hal yang tidak mereka ketahui. Tujuanya adalah agar tuntunan dan pengarahan Allah bermakna. Disitulah letak mukjizat yang telah diberikan kepada para Nabi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan syarat-syaratnya
a)      I’jaz (kemukjizatan) adalah menetapkan kelemahan. Kelemahan menurut pengertian umum ialah ketidak mampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari kemampuan. Apabila kemukjizatan telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjiz (sesuatu yang melemahkan). Yang dimaksud dengan i’jaz dalam pembicaraan ini ialah menampakan kebenaran nabi dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakan kelemaahan orang arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu al-qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Dan mukjizat adalah sesuatu hal luar biasa yang disertai tantangan dan selamat dari perlawanan.[1]
b)      Syarat-syarat Mu’jizat Ilahi[2]
Syarat-syarat mu’jizat menurut penjelasan para ulama ada lima, bila kelima-limanya tidak terpenuhi, maka tidak dinamakan mu’jizat, yaitu:
1)      Mu’jizat adalah sesuatu yang tidak sanggup dilakukan siapapun selain Allah tuhan sekalian alam.
2)      Tidak sesuai dengan kebiasaan dan berlawanan dengan hukum alam.
3)      Mu’jizat harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh seorang yang mengaku membawa risalah Ilahi sebagai bukti atas kebenaran pengakuannya.
4)      Terjadi bertepatan dengan pengakuan nabi yang mengajak bertanding menggunakan mu’jizat tersebut.
5)      Tidak ada seorang pun yang dapat membuktikan dan membandingkan dalam pertandingan tersebut.
c)      Kebenaran al-Quran
Dalam hal ini, salah satu bukti pertama yang ditegaskan dalam al-Quran yaitu:
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Artinya: Katakanlah (hai muhammad) sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan mampu membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain. (QS. 17:88).[3]
Pada ayat ini Allah SWT menegaskan mukjizat Alquran dan keutamaannya, bahwa Alquran itu benar-benar dari Allah dan diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Sebagai bukti bahwa Alquran itu dari Allah, bukan buatan Muhammad sebagaimana yang didakwakan oleh orang-orang kafir Mekah dan ahli kitab, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad saw supaya menantang manusia membuat yang seperti Alquran itu. Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar mengatakan kepada mereka yang mengabaikan dan memandang Alquran itu bukan wahyu Allah: "Demi Allah, seandainya seluruh manusia dan jin berkumpul, lalu mereka bermufakat dan berusaha membuat seperti Alquran itu, baik ditinjau dari segi ketinggian gaya bahasanya, makna dan pelajaran serta petunjuk-petunjuk yang terdapat di dalamnya, mereka pasti tidak akan sanggup membuatnya sekalipun di antara mereka terdapat para ahli bahasa. Para ahli ilmu pengetahuan dan semua mereka itu dapat saling bantu-membantu dalam membuatnya.
Begitu juga salah satu bukti yang kedua adalah pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Fir’aun yang yang mengejar-ngejar nabi Musa, diceritakan dalam surah yunus pada ayat 92 surah itu, ditegaskan bahwa “badan Fir’aun tersebut akan diselamatkan tuhan untuk menjadi pelajaran generasi berikut”. Tidak seorangpun orang mengetahui, karena hal itu telah terjadi sekitar 1200 tahun S.M. Nanti, pada awal abad ke 19 tepatnya pada tahun 1896, ahli purbakala loret menemukan dilembah raja-raja luxor mesir, satu mumi, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir’aun yang bernama Maniptah dan yang pernah mengejar nabi Musa as selain itu, pada tanggal 08 juli 1908, Elliotsmith mendapat izin dari pemerintah mesir untuk membuka pembalut Fir’aun tersebut. Apa yang ditemukannya adalah satu jazat utuh, seperti yang diberitakan al-Quran melalui Nabi yang ummiy (tak pandai membaca dan menulis itu).[4]



[1] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, Litera Antar Nusa, Jakarta, 2011, hlm. 371.
[2] Said Agil Husin al-Munawar, Al-qur’an Membangun Tradisi Keshalehan Hakiki, Ciputat Press, Jakarta, 2002, hlm. 31.
[3] Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Mizan, Bandung, 1992, hlm. 27.
[4] Ibid; hlm. 31.

0 komentar:

Posting Komentar

Translate

Powered By Blogger

Penanyang Q :)